Selasa, 29 November 2011

Mengenal HTI ( Hizbuttahrir, Hizbut Tahrir Indonesia ) YUUUK ... !



Berikut ini wawancara yang menarik dengan seorang ulama NU yang banyak tahu masalah pergerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur Tengah. Beliau bercerita mulai dari sejarah pergerakan-pergerakan Islam –yang klo diperhatiin, saat ini juga mulai marak gaungnya di kampus ITB–, idealisme dan gagasan dari masing-masing kelompok, juga perbedaan pandangan fiqh yang dianut NU dan ketiga wajihah tersebut, termasuk mengenai jenggot dan celana cingkrang Bahkan yang lebih mengejutkan, tokoh-tokoh Islam liberal seperti Ulil, Moqsith cs ternyata “hasil didikan” kelompok Salafy. Simak saja..
***
Beberapa kiai NU belakangan ini mengaku didatangi aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Para aktivis HTI itu selain membagikan brosur juga mengajak kiai masuk kelompok mereka. Diantara kiai itu adalah KH Ahmad Muhammad Alhammad, pengasuh pesantren Qomaruddin Bungah Gresik. “Saya katakan kepada mereka, saya ini NU, tak mungkin ikut paham sampean,” kata Yai Mad – panggilan kiai berparas teduh itu – kepada sejumlah tamunya suatu ketika. ” Brosur-brosurnya ada tapi tidak saya baca,” tuturnya lagi.
Pengurus NU di berbagai daerah, termasuk PWNU Jawa Timur, juga mengaku sering mendapat pengaduan dari warga NU soal aktivis HTI yang berusaha mempengaruhi warga nahdliyin. Bahkan dalam Munas dan Mubes NU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya tempo hari para aktvis HTI masuk ke kamar-kamar peserta membagikan selebaran. Jargon mereka – seperti biasa -khalifah sebagai solusi. Belum lagi beberapa masjid NU yang jadi sasaran mereka. Karuan saja banyak kiai penasaran. Gerakan apa sebenarnya HTI? Bagaimana asal-usulnya?
Berikut wawancara HARIAN BANGSA dengan KH Imam Ghazai Said, MA, cendekiawan muslim yang banyak mengamati gerakan Islam radikal. Pengasuh pesantren mahasiswa An-Nur Wonocolo ini memang sangat paham soal berbagai gerakan Islam, terutama yang berasal dari Timur Tengah. Ia selain banyak menulis dan mengoleksi leteratur Islam aliran keras juga bertahun-tahun studi di Timur Tengah. Ia mendapat gelar S-1- di Universitas Al-Azhar Mesir, sedang S-2 di Hartoum International Institute Sudan. Kemudian ia melanjutkan ke S-3 di Kairo University Mesir. Kini intelektual muslim ini aktif sebagai Rois Syuriah PCNU Surabaya dan dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Bisa Anda jelaskan bagaimana sejarah gerakan Islam aliran keras yang
belakangan menjadi perhatian para kiai NU?
Sebenarnya kelompok besarnya itu Ikhwanul Muslimin yang pusatnya di Ismailiah, Mesir. Organisasi ini berdiri pada 1928, dua tahun setelah NU berdiri, NU kan berdiri 1926. Pendiri Ikhwanul Muslimin Syaikh Hasan Al-Banna. Menurut saya, pemikiran Syaikh Hasan Al-Banna ini moderat. Dia berusaha mengakomodasi kelompok salafy yang wahabi, merangkul kelompok tradisional yang mungkin perilaku keagamaannya sama dengan NU dan juga merangkul kelompok pembaharu yang dipengaruhi oleh Muhammad Abduh. Syaikh Al-Banna menyatakan bahwa Ikhwanul Muslimin itu harkah islamiyah, sunniyah, salafiyah, jadi diakomodasi semua, sehingga ikhwanul muslimin menjadi besar. Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga bernama Tandhimul Jihad. Yaitu institusi jihad dalam struktur Ikhwanul Muslimin yang sangat rahasia. Kader yang berada dalam Tandhimul Jihad ini dilatih militer betul, doktrinnya pakai
kesetiaan seperti tarikat kepada mursyid. Ini dibawah komando langsung Ikhwanul Muslimin. Para militer atau milisi ini menarik kelompok-kelompok sekuler yang ingin belajar tentang disiplin militer. Nasser (Gammal Nasser, red) dan Sadat (Anwar Sadat, red) juga belajar pada Tandhimul Jihad ini.
Apa Nasser dan Sadat yang kemudian jadi presiden Mesir itu bagian dari Ikhwanul Muslimin?
Mereka bagian dari militernya, bukan dari ideologi Ikhwanul Muslimin. Jadi mereka belajar aspek militernya. Ketika pada 1948 Israel mempermaklumkan sebagai negara maka terjadi perang. Nah, Tandhimul Jihad ini ikut perang, dan kelompok ini yang punya prakarsa-prakarsa. Waktu itu Mesir kan masih dibawah kerajaan Raja Faruk dan sistemnya masih perdana menteri, Nugrasi. Tapi akhirnya Arab kalah dan Israel berdiri. Kemudian Tandhimul Jihad balik lagi ke Mesir. Nah, dalam kelompok ini ada Taqiuddin Nabhani yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir. Jadi Taqiuddin itu awalnya bagian dari Ikhwanul Muslimin.
Namun antara Hasan Al-Banna dan Taqiuddin ini kemudian terjadi perbedaan. Hasan Al-Banna berprinsip kita terus melakukan perjuangan dan memperbaiki sumber daya manusia. Sedang Taqiuddin bersikukuh agar terus melakukan perjuangan bersenjata, militer. Taqiuddin berpendapat kekalahan Arab atau Islam karena dijajah oleh sistem politik demokrasi dan nasionalisme. Sedang Hasan Al-Banna berpendapat sebaliknya. Menurut dia, tidak masalah umat Islam menerima sistem demokrasi dan nasionalisme, yang penting kehidupan syariat Islam berjalan dalam suatu negara.
Pada 1949 Hasan Al-Banna meninggal karena ditembak agen pemerintah dan dianggap syahid. Sedang Taqiuddin terus berkampanye di kelompoknya di Syria, Libanon dan Yordania. Kemudian Tandhimul Jihad diambil alih Sayid Qutub, ideolognya Ikhwanul Muslimin. Ia dikenal sebagai sastrawan dan penulis produktif, termasuk tafsir yang banyak dibaca oleh kita di Indonesia. Nah, Sayid Qutub ini mendatangi Taqiuddin agar secara ideologi tetap di Ikhwanul Muslimin. Tapi Taqiuddin tidak mau karena ia beranggapan bahwa Ikhwanul Muslimin sudah masuk lingkaran jahiliyah. Ya, itu menurut Taqiuddin hanya gara-gara Ikhwanul Muslimin menerima nasionalisme. Akhirnya Taqiuddin mendirikan Hizbut Tahrir. Artinya, partai pembebasan. Maksudnya, pembebasan kaum muslimin dari cengkraman Barat dan dalam jangka dekat membebaskan Palestina dari Israel. Itu pada mulanya. Ia mengonsep ideologi khilafah Islamiyah.
Lantas?
Nah, karena ia berideologi khilafah Islamiyah, sementara di negaranya sendiri telah berdiri negara nasional, maka akhirnya berbeda dengan masyarakatnya. Di Lebanon, sudah berdiri negara nasionalis yang multi karena rakyatnya terdiri dari banyak agama, undang-undangnya sesuai jumlah penduduknya, misalnya, presidennya, harus orang Kristen Maronit, Perdana Menterinya harus orang Islam Sunni, ketua parlemennya harus orang Islam Syiah. Di Syiria juga telah menjadi negara sosialis, begitu juga Yordania
telah berdiri sebagai negara sesuai kondisi masyarakatnya. Akhirnya Hizbut Tahrir itu menjadi organisasi terlarang (OT) di negara asal berdirinya. Karena ia menganggap nasionalisme itu sebagai jahiliah modern. Namun meski menjadi organisasi terlarang Hizbut Tahrir tetap bekerja dan menyusup ke tentara, ke berbagai organisasi profesi dan masuk juga ke parlemen.
Hizbut Tahrir masuk ke partai politik dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah pada jaman Raja Husen. Sehingga sebagian anggota Hizbut Tahrir diajukan ke pengadilan dan dihukum mati. Sampai sekarang Hizbut Tahrir masih jadi organisasi terlarang di Yordania.
Bagaimana sejarahnya sampai ke Indonesia?
Mereka mengembangkan ke sini melalui mahasiswa yang belajar di Mesir. Pola ikhwan dikembangkan, pola Salafy dan pola Hizbut Tahrir dikembangkan. Tapi antara Ikhwan, Salafy dan Hizbut Tahrir secara ideologi bertemu, ada kesamaan. Mereka sama-sama ingin menerapkan formalisasi syariat Islam. Hanya
bedanya, kalau Salafy cenderung ke peribadatan, atau dalam bahasa lain mengislamkan orang Islam, karena dianggap belum Islam. Dan target utamanya NU karena dianggap sarangnya bid’ah.ha.ha.ha.. Bisa saja kelompok Salafy, Hizbut Tahrir dan Ikwanul Muslimin membantah, tapi saya tahu karena saya
telah berkumpul dengan mereka.
Kalau Ikhwanul Muslimin?
Sama. Kelompok Ikhwanul Muslimin, menjadikan NU sebagai target. Mereka bergerak lewat mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga). Usrah ini minimal 7 orang, dan maksimal 10 orang. Ini ada amirnya dan amir inilah yang bertanggungjawab terhadap kelompok. Bagaimana mengatasi kebutuhan kehidupan sehari-hari terpenuhi, misalnya kalau ada anggota yang kesulitan bayar SPP.
Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik, tapi juga bidang-bidang lain. Nah, kelompok inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Tarbiyah yang bermarkas di kampus-kampus seperti Unesa dan sebagainya. Kelompok Tarbiyah inilah yang menjadi cikal bakal PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Mereka umumnya alumni Mesir, Syiria atau Saudi. Kelompok ini masih agak moderat karena masih mau menerima negara nasional. Tapi substansi perjuangan formalisasi syariat sama dengan Hizbut Tahrir atau Salafy.
Kalau dalam ideologi khilafah Islamiyah?
Hizbut Tahrir katemu dengan Salafy dan Ikhwanul Muslimin dalam soal formalisasi syariat. Tapi dari segi sistem khilafahnya tidak ketemu. Sebab khilafah Islamiyah itu dianggap utopia. Misalnya bagaimana denganya sistem Syuronya, apakah meniru sistem Turki Utsmani yang diktator atau Umayah, itu masih problem. Tapi bagi Hizbut Tahrir yang penting khilafah Islamiyah.
Apa saja program Hizbut Tahrir?
Mereka sampai kini punya konstitusi yang terdiri dari 187 pasal. Dalam konstitusi ini ada program-program jangka pendek. Yaitu dalam jangka 13 tahun, menurut Taqiuddin, sejak berdiri 1953, Negara Arab itu sudah harus jadi sistem Islam dan sudah ada khalifah. Taqiuddin juga menarget, setelah
30 tahun dunia Islam sudah harus punya khalifah. Tapi kalau kita hitung sejak tahun 1953 sampai sekarang kan tidak teralisir.he..he..he.. Jadi utopia, tapi mereka masih semangat.
Bagaimana sejarah Hizbut Tahrir ke Indoneisia?
Itu melalui orang Libanon. Namanya Abdurrahman Al-Baghdadi. Ia bermukim di Jakarta pada tahun 80-an. Kemudian juga dibawa Mustofa bin Abdullah bin Nuh. Inilah yang mendidik tokoh-tokoh HTI di Indonesia seperti Ismail Yusanto, tokoh-tokoh Hizbut Tahrir sekarang. Tapi sebenarnya diantara mereka ada friksi. Karena tokoh-tokoh HTI yang sekarang merasa dilangkahi oleh Ismail Yusanto ini.
Bagaimana gerakan mereka di Indonesia?
Ini anehnya. Di Indonesia mereka terus terang menganggap Pancasila jahiliah. Nasionalisme bagi mereka jahiliah. Tapi reformasi kan memberi angin kepada kelompok-kelompok ini sehingga dibiarkan saja. Dan tidak ada dialog. Akhirnya mereka memanfaatkan institusi (seolah-olah) “mendukung” pemerintah untuk mempengaruhi MUI (Majelis Ulama Indonesia). Tapi mereka taqiah (menyembunyikan agenda perjuangan aslinya), sebab mereka menganggap Indonesia itu sebenarnya jahiliah. Taqiah itu ideologi Syiah tapi dipakai oleh mereka.
Lalu bagaima cara Hizbut Tahrir merealisasikan kepentingan politiknya?
Meski bernama partai, Hibut Tahrir, tak bisa ikut pemilu. Hizbut Tahrir membentuk beberapa tahapan dalam menuju pembentukan khilafah Islamiah. Pertama, taqwin asyakhsyiah islamiah, membentuk kepribadian Islam. Mereka pakai sistem wilayah, karena gerakan mereka internasional. Jadi untuk
Indonesia wilayah Indonesia. Tapi sekarang pusatnya tak jelas, karena di negaranya sendiri sangat rahasia. Mereka dikejar-kejar karena Hizbut Tahrir ini organisasi terlarang. Tapi mereka sudah ada di London, Austria, di Jerman dan sebagainya.
Siapa tokoh internasionalnya itu?
Nah itu rahasia. Tapi di sini mereka terbuka karena Indonesia memberi peluang. Ada Ismail Yusanto dan sebagainya, jadi bisa muncul di media massa. Nah, dari taqwin syahsyiah islamiah ini bagaimana bisa mengubah ideologi nasionalis menjadi internasionalis Islam. Mereka agresif, jadi terus menyerang. Karena itu orang-orang NU didatangi, termasuk kiai-kiainya didatangi oleh mereka.
Kedua, attau’iyah, penyadaran.
Ketiga, at-ta’amul ma’al ummah, interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Mereka membantu kepentingan-kepentingan. Saya dengar di Surabaya, di Unair dan ITS saja, dalam urunan mereka bisa menghasilkan uang Rp 30 juta tiap bulan.
Keempat, harkatut tatsqif, gerakan intelektualisasi. Ini diajari bagaimana menganalisa hubungan internasional, mempelajari kejelekan-kejelekan ideologi kapitalisme. Pokoknya yang ideologi modern itu
mereka serang semua. Mereka melontarkan Islam sebagai solusi atau alternatif.
Ini beda dengan Ikhwanul Muslimin dan Tarbiah Islamiah yang kemudian menjelma sebagai PKS. Sebab Ikhwanul Muslimin agak fleksibel. Kasus di Syria, di bawah Mustofa as-Syiba’i, ketika ideologi pemerintahannya sosialisme, mereka ikut sosialis. Ia mencari landasan hukum bahwa sosialisme itu benar menurut Islam. Maka Mustofa as-Syiba’i menulis buku Istiroqiyah Islamiah, jadi sosialisme Islam.
Tapi Hizbut Tahrir di Indonesia kan pendukung PKS?


Kalau dukungan iya, tapi secara formal mereka tidak. Ya, mungkin ada kesamaan dalam perjuangan yang terbatas.
Lalu tahapan apalagi?


Yang terakhir, at-taqwin daulah islamiah, membentuk Negara Islam. Sarananya apa? Biwasailil jihad, dengan sarana jihad. Jadi bagi negara nasional, gerakan mereka, menurut saya, bahaya. Karena gerakan selanjutnya adalah istilamul hukmi, merebut kekuasaan. Meskipun utopia tapi kalau mereka pakai cara-cara kekerasan, kan berat. Karena mereka didoktrin dan pengikutnya muda-muda semua. Misalnya, mahasiswa semester 2 atau 3. Bahkan santri saya datang ke saya, ia bilang diajak Hizbut Tahrir. Saya persilakan. Tapi saya sendiri pernah diprotes oleh Hizbut Tahrir.
Kenapa?
Saya kan pernah bilang, bahwa pendapat ijtihadi Hizbut Tahrir ada yang kontroversial. Misalnya pendapat fiqhnya menyatakan bahwa anggota Hizbut Tahrir itu sebenarnya boleh non-muslim. Ini kan kontroversi. Kemudian, menurut Hizbut Tahrir, perempuan boleh jadi anggota parlemen. Kalau di Arab
ini kontroversi. Lalu juga – menurut Hizbut Tahrir – boleh melihat film porno. Kemudian, ini yang menarik, menurut Hizbut Tahrir, boleh mencium perempuan bukan muhrim, baik syahwat maupun tidak syahwat. Begitu juga salaman dengan perempuan, boleh.Tapi mereka (aktivis Hizbut Tahrir) membantah.
Waktu di NU Centre, mereka membantah karena saya menyatakan menurut paham Hizbut Tahrir boleh salaman dengan perempuan bukan muhrim. Mereka tanya, masak Hizbut Tahrir membolehkan ciuman dengan cewek bukan muhrim. Padahal setelah saya lihat dalam buku mereka ini (Imam Ghazali Said menunjukkan buku) memang boleh. Berikutnya, perempuan boleh berpakaian celana yang untuk kawasan Timur Tengah dianggap kontroversi. Juga boleh orang kafir menjadi panglima di Negara Islam, bahkan jadi khalifah sekalipun, asal dia taat pada undang-undang Islam. Kemudian juga boleh umat Islam membayar jizyah (pajak) kepada Negara kafir dalam kondisi umat Islam belum kuat.
Respon mereka?
Lha, ini nggak benar, kata mereka. Kata mereka, yang bicara begini ini harus Hizbut Ttahrir. Lalu saya bilang, saya kan punya data autentik. Ini tulisan syaikh Anda sendiri, Taqiuddin Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir). Daulah Islamiyah. Saya sebagai guru kan tak boleh bohong. Sekarang mahasiswa tak bisa dibohongi. Mereka bisa akses informasi kemana-mana sehingga kita tak bisa nutup-nutupi. Katanya mereka (aktivis Hizbut Tahrir) mau kesini, mau lihat buku ini. Saya bilang boleh, tapi cukup difoto kopi. Kalau buku ini dibawa jangan, nanti hilang.
Apa kira-kira dasar Hizbut Tahrir membolehkan cium cewek segala itu?
Di sini tak dijelaskan alasannya. Tapi perkiraan saya agar orang Islam dapat dukungan dalam mendirikan khilafah, maka tak boleh terlalu ketat. Tapi menurut saya sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka akan bisa mendirikan khilafah. Karena kalau terlalu ketat mereka tak bisa mendapat dukungan internasional. Padahal mereka orientasinya internasional. Karena itu kampanye mereka sekarang tidak boleh mengkafirkan sesama muslim. Padahal ideologinya mereka kafirkan. Nasionalisme mereka kafirkan.
Bagaimana pandangan mereka soal fiqh?
Ada pemikiran begini. Apakah negara yang pakai sistem jahiliah itu perlu fiqh. Padahal fiqh itu adalah hukum Islam yang harus dilaksanakan dalam pemerintahan yang Islam. Ini terjadi perdebatan antara Sayid Qutub dan Wahba Suhairi. Dr Wahba ini orang Syria yang kitabnya jadi kutub muktabarah di NU.
Dalam ICIS tempo hari Wahba ini datang. Sayid Qutub ini asalnya kan seorang hakim. Tapi, ketika dia masih jadi hakim ia masih menganggap penting sistem khlafah.
Menurut Sayid Qutub dan Taqiuddin Nabhani, fiqh tidak perlu dipelajari atau dipraktikkan sepanjang suatu negara belum melaksanakan sistem Islam. Sedang Wahba Suhairi menganggap bahwa fiqh adalah suatu keniscayaan. Ini jadi polemik. Menurut Wahba, orang Islam harus belajar fiqh, baik negaranya Islam maupun tidak Islam. Jadi menurut Wahba tidak hanya sistem pemerintahan saja, tapi bagaimana orang nikah, orang salat, muamalah, semua itu kan fiqh yang ngatur. Tapi menurut Sayid Qutub dan Taqiuddin Nabhani tidak perlu itu. Yang penting bagaimana memperjuangkan menegakkan pemerintahan Islam, baru setelah itu fiqh. Karena itu meski buku-buku atau tulisan Sayid Qutub banyak tapi tak ada fiqhnya. Semua buku-buku dia bernuansa politik. Misalnya pertarungan Islam dan kapitalisme dan sebagainya.
Dari penjelasan Anda ini tampak bahwa aktivis HTI sendiri kemungkinan banyak
yang belum paham tentang pemikiran Taqiuddin Nabhani sebagai pendirinya?


Begini. Mereka itu ada jubirnya, jadi informasi dan pemikiran yang keluar diatur. Jadi referensi mereka tidak terbuka.


Berarti ada beberapa pemikiran yang disembunyikan bagi pengikutnya?
Ya, padahal kondisi sekarang kan sudah tidak bisa model begitu. Seperti saya kan tidak bisa mengelabuhi mahasiswa saya. Karena mahasiswa saya bisa mengakses literatur primer. Kecuali anggotanya bodoh-bodoh. Kan kasihan kalau anggotanya bodoh-bodoh. Karena itu ketika saya menyampaikan informasi yang benar dari sumber primer lalu dikira keliru oleh mereka. Ya, ndak bisa, wong saya punya sumber primer. Mereka katanya mau melihat sumber primer ini.
Maksudnya sengaja disembunyikan?
Bisa saja dianggap aib dan kalau itu dimunculkan pasarnya bisa tidak laku. Karena itu disembunyikan. Tapi pada era sekarang mana bisa disembunyikan. Lha,wong, di tiga negara, di Libanon, Syria dan Yordan, Hizbut Tahrir itu jadi organisasi terlarang. Di Mesir juga jadi organisasi terlarang karena mau menggulingkan pemerintahan yang sah. Jadi mereka gampang terseret pada aksi kekerasan. Karana itu anak-anak muda NU jangan mudah terprovokasi ikut mereka.
Tapi dalam hal-hal tertentu kan ada juga beberapa kesamaan dengan NU?
Ya, mungkin ada kesamaan. Qur’annya satu, Nabinya satu (Muhammad), karena itu kita tak bisa saling menyesatkan sebab masing-masing punya pandangan keagamaan yagn berbeda. Jadi ada hal yang sama dan ada hal yang beda. Artinya, bidang-bidang yang dikerjakan NU ya serahkan kepada NU, sedang bidang-bidang bagian mereka ya serahkan mereka. Ini tidak akan berbenturan. Jadi jangan mencaplok. Sudahlah yang bagian khilafah sampean (Hizbut Tahrir), carilah pengikut tapi jangan di NU. Mestinya orang-orang kafir diupayakan jadi basis pendukung, misalnya.
Kalau kelompok Salafy?
Mereka bergerak dalam bidang pendidikan. Misalnya LPBA (Lembaga Pendidikan Bahasa Arab) yang sekarang menjadi Lembaga Ilmu Keislaman cabang dari Jamiatul Imam Riyadh. Ini dibiayai dari sana sangat besar. Sebenarnya orang-orang seperti Ulil (Ulil Abshar Abdalla, red), Imdad dan sebagainya
alumni LPBA ini. Lah, mereka ketemu dengan Rofik Munawar yang dulu ketua PKS Jawa Timur. Anis Matta (sekjen PKS) itu juga teman Ulil di LPBA. Mereka dulu alumni situ. Hanya saja ada yang kemudian terbawa dan larut dalam salafy seperti Anis Mattta, tapi ada yang nggak, ya kayak Ulil itu. Kalau Anis
Matta terbawa Salafy tapi pola politiknya ikut Ikhwanul Muslimin.
Kelompok Salafy ini sangat puritan. Jadi tahlilan, dibaan, ziarah kubur, mereka sangat tidak mau. Mereka menganggap itu syirik. Nah, disinilah, dalam bidang peribadatan itu, kelompok PKS ketemu dengan Salafy.
Sedang orang-orang seperti Ulil, Imdad dan anak-anak pesantren yang sekolah di LPBA melakukan pemberotakan. Mereka menganggap (paham Salafy) itu tak cocok dengan budaya saya (Ulil cs) yang NU. Akhirnya mereka melanjutkan ke ilmu-ilmu filsafat, sosial dan sebagainya, termasuk belajar ke Magnez Suseno di Driyarkara. Kemudian berkomunikasi dengan Nurcholis Madjid, ketika Nurcholis masih ada (hidup). Nah, dalam diri Ulil cs ini kemudian terbentuklah suatu sosok yang berasal dari pola radikal (Salafy), ketemu dengan ilmu-ilmu sosial, ketemu dengan Nurcholis Madjid, ketemu dengan Gus Dur dan sebagainya. Jadi mereka ini meramu dari berbagai unsur itu sehingga jadilah orang seperti Ulil, Hamid Basyaib, Luthfi Syaukani, Muqsith dan sebagainya.
Apa ada kesamaan dalam soal simbol-simbol pakaian di antara mereka?


Ya, memang ada kesamaan, baik kelompok Hizbut Tahrir, Tarbiah (PKS) maupun Salafy. Misalnya pakai celana cingkrang, berjenggot dan sebagainya. Tapi semua kelompok ini sama menyerang NU.
O, ya bagaima sebenarnya sebenarnya soal pakaian itu menurut Islam?


Menurut mereka, Nabi itu jenggotan. Abdul Aziz, tokoh Salafy, itu menulis tentang membiarkan jenggot. Menurut dia, kalau orang mencukur jenggot dianggap tabi’ul hawa, mengikuti hawa nafsu. Jadi menurut mereka memahami sunnah Rasul itu apa saja diikuti, termasuk cara berpakaian. Tapi kalau NU kan tidak begitu cara memahami sunnah Rasul. Paling tidak, NU terdidik memahami sunnah Rasul itu dalam arti substantif, misalnya soal peribadatan. Tapi kalau soal pakaian kalangan NU yang terdidik menganggap
itu sebagai budaya. Misalnya soal sorban. Nabi memang bersorban tapi harus diingat Abu Jahal dulu juga sorbanan.
Begitu juga soal jenggot. Kalangan NU terdidik menganggap itu sebagai budaya. Karena Abu Jahal pun juga jenggotan. Masak orang nggak punya jenggot disuruh memelihara jenggot. Ada orang yang jenggotnya hanya tiga helai atau tiga lembar itu disuruh pelihara..kan lucu.ha.ha.ha.
Kalau soal celana mereka yang cingkrang?
Kan ada dalam hadits Nabi bahwa kalau pakaian orang itu nglembreh ke kakinya dianggap huyala, sombong. Padahal dulu pakaian Abu Bakar juga ngelembreh, panjang ke bawah tapi tidak dianggap sombong. Waktu itu Abu Bakar tanya, apakah saya ini juga dianggap sombong karena pakaian saya ngelembreh. Lalu dijawab, o, tidak, karena Abu Bakar memang tidak sombong, meski pakaiannya nglembreh. Karena tubuh Abu Bakar kurus, jadi sudah wajar kalau pakaiannya dipanjangkan sampai nglembreh.
Karena itu menurut kalangan NU, pakaian itu dianggap sebagai budaya. Masak orang pakai kopyah hitam dianggap bid’ah hanya karena Nabi tak pernah pakai kopyah hitam. Kan waktu itu belum ada perusahaan kopyah Gresik ha.ha.. Nah, disini lalu semua menyerang NU. Jadi mereka semua, Hizbut Tahrir, Tarbiyah dan Salafy itu sama menyerang NU. Menurut mereka, yang dimaksud ahlussunnah itu adalah versi Ibnu Taymiah, bukan paham versi Asy’ari. Dalam buku-buku mereka paham Asy’ari itu dianggap sesat. Padahal NU kan menganut paham Asy’ari.
Ada yang berpendapat,kalau niat mereka untuk dakwah, kenapa mereka kok tidak merekrut komunitas lain yang belum beragama, misalnya. Kalau jamaah NU kan hasil jerih payah para wali songo dan ulama kultural, kenapa mereka tidak cari kreasi sendiri agar tidak menimbulkan konflik sesama umat Islam?
Ya, karena mereka mau mengislamkan orang Islam. Jadi kita yang sudah Islam ini harus diislamkan lagi.ha.ha..


Jadi iman umat Islam masih perlu diadili. Berarti mereka merasa paling Islam?
O, ya, mereka memang merasa paling Islam. Karena itu harus kita pahami itu. Kalau sikap saya tetap harus moderat. Sepanjang mereka tidak menyerang kita ya kita nggak apa-apa. Tapi mereka menyerang kita, ya kita harus melawan. Karena itu di beberapa tempat seperti di NTT, Jember, kita lawan karena
mereka sudah menyerang kita. Di Purwokerto misalnya orang NU dianggap sesat. Saya kan kesana, orang NU di sana dianggap dlalal finnar, masuk neraka.ha..ha.. ya kelompok Salafy itu. Jadi yang menyerang NU dalam peribadatan itu kelompok Salafy, sedang yang menyerang NU dari segi politik
kelompok Hizbut Tahrir dan Tarbiyah (PKS). Jadi orang NU itu harus sadar, bahwa sekarang mereka diserang dari berbagai arah.
Jadi secara paradigmatik maupun aksi memang beda sekali dengan NU?
Sejak Gus Dur mimpin NU kan membuka cakrawala baru di kalangan anak-anak muda NU. Gus Dur mengevaluasi bahwa formalisasi syariat ternyata selalu gagal, karena itu Gus Dur membuka wacana baru Islam sebagai etika soial. Dan ini kemudian menjadi gaung NU sampai sekarang, walau belakangan NU diutik dengan formalisasi syariat. Tapi Pak Hasyim Muzadi dalam berbagai wawancara menyatakan tidak memperjuangkan Islam seperti teksnya tapi yang diperjuangkan adalah ruhnya. Bisa saja KUHP seperti sekarang tapi ruh Islam ada di situ. Nah, dalam hal ini pengaruh Gus Dur sangat besar.
Tapi di struktural NU sekarang kan dilakukan pembersihan terhadap kelompok-kelompok Gus Dur. Di Lakpesdam, Imdad (M Imaduddin Rahmat, red) bilang kepada saya bahwa dia hanya ditaruh sebagai pemimpin redaksi Tashwirul Afkar. Tapi di struktur Lakpesdam ia sudah tak masuk. Tapi untuk membersihkan orang-orang Gus Dur secara total tidak bisa. Karena pengurus NU yang pandai-pandai adalah “didikan” Gus Dur. Paling tidak, secara visi keagamaan sama karena sebelumnya pernah lama berinteraksi dengan Gus Dur. Misalnya Endang Turmudzi, Sekjen PBNU. Dia kan orang LIPI. Kemudian Nazaruddin Umar, Katib Aam Syuriah. Nah, ketika berhubungan dengan dunia internasional, kelompok-kelompok “didikan” Gus Dur inilah yang bisa berkomunikasi. Jadi meski mereka ini dibenci tapi tetap dibutuhkan. Misalnya ada Masdar dan sebagainya. Dan mereka inilah yang mengerti persoalan yang dihadapi NU ke depan dalam menghadapi kelompok-kelompok Islam radikal itu.


Bisa dijelaskan soal NU dalam kontek negara nasional?
NU fiqh mainded. Fiqh siyasi (politik) di NU kurang berkembang. Fiqh yang dikembangkan NU adalah fiqh dalam kontek negara nasional. Ketika Kiai Hasyim Asy’ari (pendiri NU, red) mengeluarkan fatwa resolusi jihad Negara Indonesia dalam kondisi bukan negara agama. Karena saat itu kalimat menjalankan syariat Islam sudah dihapus kemudian Belanda datang lagi akhirnya Kiai Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad. Jadi Negara yang dipertahankan waktu itu negara “sekuler” kan. Jadi NU tak bisa lepas dari negara nasionalis atau sebagai nasionalis. Nah, fatwa jihad Kiai Hasyim itu merupakan fatwa pertama di dunia Islam yang mempertahankan negara nasionalis. Belum ada ketika itu ulama yang berfatwa kewajiban jihad untuk mempertahankan Negara nasionalis. Jadi Kiai Hasyim Asy’ari itu pelopor pertama.
Apa kira-kira dasar pemikirannya?


Mungkin bagi Kiai Hasyim yang terpenting Indonesia merdeka dulu. Apalagi bangsa Indonesia mayoritas umat Islam. Ini yang harus diutamakan. Jadi Kiai Hasyim membuat fatwa untuk mengusir penjajah dan mempertahankan negara nasional. Nah, ini bagi wacana pemikiran internasional seperti orang-orang yang menginginkan sistem kahalifah kontroversi. Perjuangan NU berikutnya, dalam sejarahnya, seluruhnya selalu terkait dengan negara. Soekarno, misalnya, diberi gelar waliyul amri dlaruri bissyaukah
Jadi pemerintah darurat yang mempunyai kekuatan. Ini asalnya kan diberi oleh konfrensi ulama di Cipanas 1954. Kemudian pada 1956 oleh NU dianggap sah. Ini artinya apa? Karena dikaitkan dengan fiqh? Sebab perempuan yang tidak punya wali dalam pernikahan walinya harus Sulthon. Padahal hadits as-sultonu waliyu man laa waliya lah. Sulthon itu adalah wali bagi orang yang tak punya wali. Kalau Sulthon ini tidak diberi legitimasi sesuai syariat kan tidak sah Sulthon ini. Jadi ini terkait dengan fiqh maka negara walau sekuler harus diakui sah menurut syariah. Nah, cara berpikir ini saya kira cerdas. Kalau nggak gimana. Sulthon itu siapa, padahal kalau orang kawin harus mencatatkan diri ke situ. Nah, itulah NU. Tapi ini kemudian disalahpahami oleh kelompok Islam modernis. Dikira NU itu oportunis pada negara karena memberi legitimasi. Padahal sebenarnya ini terkait dengan fiqh.
Faktor lain?
Faktor kedua memang pada tahun 50-an itu Kartosuwirjo sedang mengadakan pemberontakan. Nah, pemberian gelar waliyul amri dlaruri bissyaukah itu sebagai legitimasi pada Soekarno agar bisa mengatasi gerakan pemberontakan itu. Tapi inti NU itu sebenarnya pada fiqh urusan perkawinan tadi itu, bukan
pada fiqh siyasahnya (politik). Selanjutnya perjuangan NU terus berkait dengan negara nasionalisme. Ini yang harus dipahami oleh kelompok-kelompok baru ini seperti Hizbut Tahrir dan sebagainya itu.
Dengan demikian, bisa dijelaskan perbedaan antara NU dan HTI?
Ya. NU berdiri tahun 1926 dalam proses menuju pembentukan negara Indonesia. Sedang Hizbut Tahrir (HT) berdiri ketika nation state di tempat ia berdiri telah terbentuk, yaitu tahun 1953. Dari segi latar belakang waktu yang berbeda ini, dipahami bahwa sejak awal NU memberi saham besar terhadap pembentukan nation state yang kemudian menjadi negara Indonesia merdeka.
Sedang HT berhadapan dengan negara yang sudah terbentuk. Maka wajarlah, jika HT menganggap bahwa nasionalisme itu sebagai jahiliyah. Karena mereka anggap menjadi penghalang dari pembentukan internasionalisme Islam, apalagi nasionalisme tersebut tidak memberlakukan syariat Islam dan lebih banyak mengadopsi sistem hukum sekuler Barat.
NU menerima sistem hukum penjajah dalam keadaan darurat. Karena negara tidak boleh kosong dari hukum. Selanjutnya, NU berjuang agar hukum yang berlaku di negara ini bisa menjadikan fikih sebagai salah satu sumber dari hukum nasional kita. Dari situ, NU ikut ambil saham dalam penerapan UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang saat ini berlaku di Indonesia. Tentu HT belum punya saham dalam memperjuangkan hukum Islam di negara nasional ini, sehingga tidak logis jika HT langsung menentang negara nasional ini gara-gara tidak memberlakukan syariah Islam secara kaffah.
Jadi, perjuangan NU dalam menegakkan syariah baik sebagai etika sosial maupun sebagai hukum formal tidak bisa diletakkan di luar NKRI. Karena NKRI ini didapat dengan perjuangan para syuhada yang gugur pada prakemerdekaan maupun pascakemerdekaan. Pendek kata, NU tidak bisa terpisah dari negara
nasional ini.


Mestinya, suatu ormas dapat diakui legal di negara ini harus terdaftar di Depkum HAM. Apakah ini berlaku bagi HTI?
Nah itu masalahnya. Saya tidak tahu. Yang jelas, HTI dapat leluasa melakukan kegiatan pascareformasi. Tapi jika dilihat dari semua kegiatan yang dilakukan, tampaknya HTI belum mengantongi izin sebagai ormas. Karena jika nanti dipelajari tujuan berdirinya ormas ini oleh pemerintah, pasti ormas
ini dilarang karena menentang konstitusi negara. Hal seperti itu yang terjadi di Yordan, Syiria, Libanon, Malaysia, dan lain-lain. Jadi, HT di semua negara itu menjadi organisasi bawah tanah.Indikator ini tampaknya ada di Indonesia. Buktinya, tidak jelas siapa Amirnya. Yang tampak itu Ismail Yusanto sebagai juru bicara. Atau di Jawa Timur itu siapa Amirnya? Yang kelihatan dr Usman sebagai humas atau jubirnya. Jabatan ketua DPD I, DPD II HTI, itu sebenarnya kamuflase untuk mengelabui agar diakui sebagai ormas yang legal.Kalau tujuannya menentang konstitusi negara, bagaimana mungkin bisa diakui? Tapi saya tidak tahu. Barangkali sudah mengantongi izin. Ini yang perlu dijelaskan oleh HTI dan
pemerintah. Realitanya, sistem sel seperti yang terjadi di Yordan, Mesir, Sudan, dan lain-lain juga berlaku di sini. Di sini mestinya pemerintah cermat. Namun saya yakin, BIN sudah tahu masalah ini, tapi sengaja dibiarkan. Semua yang saya jelaskan itu berdasarkan sumber-sumber primer tulisan pendiri dan aktifis HT di Yordan, Palestina, Syiria, Libanon dan Mesir. Di antaranya Al Daulah al Islamiyah karya Taqiyuddin Nabhani, Kaifa Huddimat al Khilafah karya Abdul Qodim Zallum, dan lain-lain yang semuanya ada di Perpustakaan An-Nuur.
Harapan Anda pada HTI dan NU?


Antara NU dan HTI itu memang ada perbedaan prinsip, tapi ada juga kesamaan. Keinginan untuk melaksanakan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan itu sama antara keduanya. Hanya perbedaannya, adalah bagaimana cara merealisasikannya. NU lebih realistis, sedang HTI utopis. Lah, kapan khalifah seperti yang dicita-citakan itu akan muncul? Wong prediksinya – yang katanya 30 tahun dari berdirinya HTI, sistem khalifah akan terbentuk di seluruh dunia Islam. Buktinya mana? Di Yordan saja masih jauh, apalagi di Indonesia.
Karena itu, hal-hal yang sama mestinya bergerak secara koordinatif. Obyek dakwah yang sudah menjadi kaplingan NU, jangan diganggu. Apalagi itu jelas-jelas masjidnya NU, lembaga pendidikan NU, dan lain-lain. NU sendiri mestinya mampu merumuskan tujuan idealnya di negeri ini. Sekaligus merumuskan langkah-langkah realistis untuk mencapai tujuan itu. Dalam hal ini, kita bisa berguru pada HTI dengan empat marhalah perjuangan HT yang populer itu. (takwin syakhsiyah islamiyah – pembentukan pribadi
islami, taw’iyah – penyadaran keislaman, tatsqif (intelekktualisasi), dan takwinud daulah – pembentukan negara khilafah atau populer juga dengan istilah taslimul hukm – merebut kekuasaan). Ke depan, saya mengharap, HTI berhenti dan tidak mengganggu obyek-obyek dakwah NU. Jika tidak, NU akan melawan.
Kalau begitu, HT tidak boleh mempunyai aset?
Ya pasti. Karena di Indonesia baru berkembang dan legalitasnya masih dipertanyakan. Mungkin karena faktor inilah aktifis-aktifis HT memanfaatkan toleransi warga NU sehingga masjid-masjidnya banyak dikuasai oleh HT. Remaja Masjid Surabaya, misalnya, sudah dikuasai mereka.

Senin, 28 November 2011

Inilah Daftar Penerbit Buku dari Kalangan Wahabi ( Hati - Hati)

PENERBIT WAHABI
WASPADALAH....! Buku - Buku "Perusak Aqidah Penebar Fitnah"

- Ash-Shaf Media


- Cahaya Tauhid Press


- Darul Haq


- Darul Falah


- Darul Atsar


- Darul Hadist


- Darus Sunnah


- Darul Qolam


- Darus Salaf


- Darul Ilmi


- Daar An-Naba


- Griya Ilmu


- Hikmah Ahlus Sunnah


- Irsyad Baitus Salam


- Maktabah Salafy Press


- Media Tarbiyah


- Mubarak


- Nikah Media Samara


- Pustaka Elba


- Rumah Dzikir


- Pustaka Imam Abu Hanifah


- Pustaka Ibnu Katsir


- Pustaka Imam Asy-Syafi’i


- Pustaka Imam Muslim


- Pustaka As Sunnah


- Pustaka At Tibyan


- Pustaka At Tazkia


- Pustaka Imam Bukhari


- Pustaka Al Sofwa


- Pustaka Abdullah


- Pustaka Adz Dzahabi


- Pustaka Al Qowam


- Pustaka Al Ghuraba


- Pustaka Tazkia


- Pustaka Sahifa


- Pustaka At Tauhid


- Pustaka Sumayyah


- Pustaka Al-Haura


- Pustaka Al Inabah


- Pustaka An Najiyah


- Pustaka Ar Rayyan


- Pustaka At Taqwa


- Pustaka Salafiyah


- Pustaka Sunnah

Sabtu, 26 November 2011

Debat Aswaja vs Wahabi di Universitas Melbourne







…..Pada waktu itu, sebagian kaum Wahhabi berhasil merusak kamera yang merekam acara dialog. Akan tetapi, untung kaset rekamannya masih utuh dan dapat dipublikasikan sampai sekarang…..


Abdurrahman Dimasyqiyat adalah salah satu tokoh Wahhabi kelahiran Lebanon. Nama lengkapnya Abdurrahman Muhammad Sa’id Dimasyqiyat. Karya- karyanya mulai populer di kalangan Wahhabi Indonesia. Bahkan banyak pula tulisannya yang dipublikasikan melalui program software Maktabah Syamilah. Tetapi dari kalangan Wahhabi sendiri tidak banyak yang tahu siapa sebenarnya Abdurrahman Dimasyqiyat.






Masa lalunya penuh dengan skandal. Di setiap tempat yang pernah di singgahinya, ia selalu bikin ulah. Lidahnya selalu menghujat umat Islam, generasi salaf (terdahulu) maupun generasi khalaf (terkemudian). Kerjanya, merubah ajaran agama. Mencela para kekasih Allah. Menyerang orang-orang saleh. Kebiasaannya, mencela orang-orang yang baik. Ia lupa bahwa Allah telah berfirman dalam hadits qudsi, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka Aku deklarasikan perang terhadapnya.” Akibat ulahnya, akhirnya orang-orang banyak tahu kebusukan masa lalunya. Petualangannya dengan wanita- wanita cantik dan kegemarannya mengikuti para biduanita menjadi obrolan dari mulut ke mulut. Banyak pula yang membicarakan kisah-kisah kelamnya ketika di Universitas al-Azhar Cabang Lebanon dulu, dalam pemeriksaan yang suaranya direkam – rekamannya masih ada sampai sekarang, dan saksi-saksinya masih hidup -, di mana dalam rekaman itu ia mengakui telah melakukan perbuatan asusila, yaitu melakukan homo sex, yang dituduhkan kepadanya. Akibatnya, ia pun dikeluarkan dari Azhar Lebanon pada tahun 1972. Kasus itu, diakuinya sendiri. Abdurrahman Dimasyqiyat tidak menepis kejadian itu. Ia tidak menutup-nutupi aib dirinya. Bahkan tanpa merasa malu ia berterus terang telah melakukannya. Seakan-akan ia bangga dengan perbuatannya. Dengan enteng ia berkata, “Pada waktu itu aku masih belum baligh, catatan amal masih belum berlaku bagiku”.
debat
Tentu saja pengakuan seperti ini tidak aneh dari seseorang yang telah memutus hubungan dengan kerabatnya. Menyakiti kedua orang tuanya. Selalu gagal mencari pekerjaan yang mendatangkan hasil yang halal di Lebanon dan di Perancis. Akhirnya, apa boleh dikata, Abdurrahman Dimasyqiyat menjulur-julurkan lidahnya di belakang uang logam dan dolar sebagai penulis bayaran kaum Wahhabi. Ia memulung sisa-sisa makanan di bawah meja orang-orang gendut berperut besar dan berhati keras sekeras batu. Yaitu kaum Musyabbihah (kaum yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), dan kaum anti tawassul. Di antara mukjizat Rasulullah, adalah sabda beliau yang memperingatkan umatnya agar berhati-hati dengan kaum Wahhabi sebelum kemunculan mereka. Nabi bersabda, “Kepala kekafiran muncul di arah timur.” Dalam hadits lain, Rasulullah menunjuk ke arah timur, daerah Najd, dan bersabda: “Fitnah akan muncul dari sana, fitnah akan muncul dari sana, dan diucapkannya sampai tiga kali”. Kedua hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari. Akhirnya semua orang tahu siapa sebenarnya Abdurrahman Dimasyqiyat. Identitasnya terungkap di Swedia. Ia melarikan diri dari perdebatan setelah menyetujui kesepakatan pada waktu yang dijanjikan. Kemudian ia mengira bahwa pengikut kebenaran melupakannya begitu saja ketika ia di Australia. Ternyata Abdurrahman Dimasyqiyat menyetujui debat publik bersama Syaikh Salim Alwan al-Hasani. Namun kemudian Dimasyqiyat takut, ragu-ragu dan berupaya menghindar. Sementara pengikutnya melakukan terror dan ancaman. Akan tetapi takdir Allah pasti terjadi.


Akhirnya perdebatan terjadi. Kebenaran tampak dan kebatilan sirna. Sesungguhnya kebatilan pasti sirna. Abdurrahman Dimasyqiyat telah berkali-kali diminta melalui radio dan surat kabar, agar siap berdebat. Namun ia selalu melarikan diri. Akhirnya ia pun terpaksa datang karena takut malu. Ia datang ke aula Universitas Melbourne pada hari Rabu tanggal 9 November 1994. Di aula itu telah disiapkan meja untuk Syaikh Salim Alwan dan Syaikh Abdurrahman al-Harari. Di depannya ada meja yang disiapkan untuk Abdurrahman Dimasyqiyat dan dua orang temannya. Di tengah meja itu ada mimbar untuk moderator.




Yang menarik perhatian, pada waktu itu Abduraahman Dimasyqiyat membawa komputer yang sering digunakannya untuk mengeluarkan dalil-dalilnya yang lemah. Sepertinya ia memang tidak hapal teks dan tidak menguasai banyak persoalan. Kemampuannya hanya mengulang-ulang pernyataan orang yang menjadi sutradara di belakangnya, yaitu kaum Wahhabi.


Perdebatan dimulai. Syaikh Salim melontarkan pertanyaan kepada Abdurrahman Dimasyqiyat: “Kalian kaum Wahhabi menghukumi bahwa memanggil orang yang tidak ada di depannya atau memanggil orang mati (nida’ al-ghaib aw al-mayyit), seperti berkata “Ya Muhammad, atau ya Rasulallah (wahai Muhammad atau wahai Rasulullah)”, itu syirik akbar (besar) sebagaimana ditetapkan oleh Ibn Abdil Wahhab al-Najdi dalam kitab al-Ushul al-Tsalatsah. Sekarang, ini al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad, bahwa Abdullah bin Umar pada suatu hari kakinya mengalami mati rasa. Lalu ada orang berkata kepada beliau, “Sebutkan orang yang paling Anda cintai.” Lalu Ibn Umar berkata, “Ya Muhammad (Wahai Muhammad)”. Maka seketika itu kakinya sembuh. Apakah kalian kaum Wahhabi akan mencabut pendapat kalian. Dan ini yang kami kehendaki. Atau kalian akan memutuskan bahwa Abdullah bin Umar, al- Imam al-Bukhari, para perawi al-Bukhari, dan bahkan Ibn Taimiyah yang kalian sebut Syaikhul Islam, dan al- Albani pemimpin kalian, mereka semuanya kafir. Coba renungkan inkonsistensi Wahhabi ini. Pendapat mereka dapat mengkafirkan pemimpin-pemimpin mereka sendiri, yaitu Ibn Taimiyah dan al-Albani, bahkan mengkafirkan seluruh umat Islam, antara lain sahabat Abdullah bin Umar, dan sahabat-sahabat lainnya.” Mendengar pertanyaan Syaikh Salim, mulailah serangkaian kebohongan Abdurrahman Dimasyqiyat. Setelah Syaikh Salim mengajukan pertanyaan tersebut, Dimasyqiyat kebingungan. Lalu ia berkata: “Lafal “Ya Muhammad”, hanya terdapat dalam naskah cetakan kitab al-Adab al-Mufrad yang di-tahqiq Ustadz Kamal al-Hut. Dalam naskah-naskah lain, yang ada hanya lafal “Muhammad”, tanpa “Ya” untuk memanggil.”


Mendengar pernyataan Dimasyqiyat, Syaikh Salim segera mengeluarkan beberapa naskah al-Adab al-Mufrad yang dicetak oleh percetakan-percetakan lain. Ternyata, semuanya sepakat memakai redaksi “Ya Muhammad”. Sehingga hal tersebut membuktikan kebohongan Dimasyqiyat. Kemudian, Dimasyqiyat semakin terkejut, ketika Syaikh Salim memperlihatkan naskah kitab al-Kalim al- Thayyib karangan Ahmad bin Taimiyah al-Harrani, panutan kaum Wahhabi yang mereka sebut Syaikhul Islam. Di mana dalam kitab tersebut Ibn Taimiyah menyebutkan hadits Ibn Umar di bawah judul, “Bab yang diucapkan seseorang ketika kakinya mati rasa”. Naskah ini dicetak oleh kaum Wahhabi dan dikoreksi oleh Nashiruddin al-Albani, pemimpin mereka yang kontradiktif, yang menganggap perbuatan Ibn Umar itu syirik dan menentang tauhid. Dimasyqiyat telah berusaha mengingkari lafal “Ya” yang terdapat dalam hadits Ibn Umar dengan redaksi “Ya Muhammad”. Dimasyqiyat berkata, bahwa ia telah mencari lafal “Ya”, ternyata tidak menemukannya.


Akhirnya Syaikh Salim berkata: “Al-Albani, pemimpin kalian yang kontradiktif, berkata dalam al- Kalim al-Thayyib hal. 120 dalam mengomentari hadits “Ya Muhammad” yang disebutkan dan dianjurkan oleh Ibn Taimiyah untuk diamalkan, sebagaimana terbaca dari judul kitabnya al-Kalim al-Thayyib (kalimat-kalimat yang baik). Al-Albani berkata: “Kami memilih menetapkan “Ya”, karena sesuai dengan sebagian manuskrip yang kami temukan.”


Anda telah gagal wahai Dimasyqiyat. Kami menuntut Anda berdasarkan pimpinan-pimpinan Anda yang kontradiktif, di mana al-Albani menemukan manuskrip yang di dalamnya terdapat lafal “Ya Muhammad”, lalu dia anggap menentang tauhid dan termasuk perbuatan syirik menurut asumsinya. Coba Anda lihat (hal. 16 kitab al-Kalim al-Thayyib), yang dicetak di percetakan al-Syawisy al-Wahhabi dengan nama al- Maktab al-Islami, ta’liq (komentar) Nashiruddin al-Albani, pemimpin Wahhabi yang kontradiktif. Pernyataan al- Albani menjadi dalil yang menggugat Anda dan dia sendiri. Kemudian Syaikh Salim memperlihatkan naskah tersebut, dan berkata kepada Abdurrahman Dimasyqiyat: “Aku ulangi pertanyaanku lagi kepada Anda, untuk mengingatkan bahwa Ibn Taimiyah menyebut atsar (hadits) ini dan menetapkannya. Ia tidak menjadikannya sebagai kesyirikan dan kekufuran. Bagaimana komentar Anda. Adakalanya Anda mengatakan bahwa Abdullah bin Umar, al-Bukhari sampai pimpinanmu, Ibn Taimiyah adalah orang-orang sesat dan kafir. Atau Anda mencabut pendapat Anda.”


Mendengar pertanyaan tersebut, Dimasyqiyat menjadi gagap. Ia tidak menjawab pertanyaan. Tetapi beralih pada tema-tema lain. Lalu Syaikh Salim mengingatkan kepada hadirin, bahwa Dimasyqiyat menghindar dari jawaban. Kemudian Syaikh Salim mengulangi pertanyaannya yang tadi dengan pertanyaan tambahan. Yaitu riwayat hadits seorang tuna netra yang diajari oleh Rasulullah agar berdoa, “Ya Muhammad, sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhanku dengan perantara dirimu.” Hal ini agar dilakukan bukan di hadapan Rasul. Hadits ini shahih, riwayat al-Thabarani dan lainnya. Al-Thabarani dan lainnya juga menilainya shahih.


Syaikh Salim berkata: “Apakah Anda berasumsi wahai Abdurrahman, bahwa Rasulullah telah mengajarkan kesyirikan, dan bahwa sahabat yang menjadi perawi hadits tersebut serta al-Imam al- Thabarani mengajarkan kesyirikan? Jelas ini tidak mungkin”. Mendapat pertanyaan tersebut, tampak sekali Abdurrahman Dimasyqiyat lemah, di mana moderator mengingatkan bahwa ia berupaya beralih dari jawaban, dan kelemahannya jelas sekali.


Di tengah dialog tersebut, Abdurrahman Dimasyqiyat mengakui bahwa ia telah menulis beberapa kitab untuk membantah al-Muhaddits al-Habasyi. Akan tetapi ia menerbitkannya dengan memakai nama orang lain, seakan-akan mereka yang menulisnya. Di antaranya kitab al-Radd ‘ala Abdillah al-Habasyi, karya penulis palsu Abdullah al-Syami. Anehnya, laki-laki ini menghendaki agar orang- orang percaya sama dia. Padahal ia mengakui sendiri telah berbuat bohong dan merekayasa dengan menulis buku yang dinisbatkan kepada nama-nama fiktif.


Setelah itu, Syaikh Salim mengulangi menyebut hadits laki-laki tuna netra tersebut yang isinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadapkan diriku kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu, Muhammad, nabi pembawa rahmat”, serta menyebutkan para hafizh yang menilainya shahih. Ternyata Abdurrhman Dimasyqiyat juga mengakui bahwa hadits tersebut shahih.


Lalu Syaikh Salim berkata: “Bagaimana kalian melarang manusia bertawassul dengan Rasul bukan di hadapannya, padahal Rasul telah mengajarkan laki-laki tuna netra tadi untuk bertawassul dengan beliau bukan di hadapannya? Apakah kalian akan mencabut keyakinan kalian. Atau kalian mengira bahwa kalian lebih pandai dari pada Rasulullah ?.”


Mendengar pertanyaan tersebut, Wahhabi yang berprilaku aneh itu kebingungan. Ia kemudian berbicara banyak, tetapi tidak berkaitan dengan topik pertanyaan. Kemudian Syaikh Salim mengulangi pertanyaannya, serta mengingatkan hadirin bahwa Dimasyqiyat melarikan diri dari jawaban. Di sini, Abdurrahman Dimasyqiyat mengalihkan pembicaraan pada kebohongan lain. Ia bermaksud mencela Syaikh al-Harari, untuk menutupi kegagalannya.


Ia berkata kepada Syaikh Salim: “Bagaimana Syaikh Abdullah men-tahqiq kitab, yang di dalamnya terdapat redaksi bahwa sebagian auliya berkata kepada sesuatu “kun fayakuun”, tanpa menentang redaksi tersebut, serta mengingatkan rusaknya redaksi tersebut. Kitab tersebut telah dicetak dan saya punya kopiannya.” Mendengar pernyataan tersebut, moderator melakukan intervensi, dan meminta kopian itu agar isinya bisa diperlihatkan kepada hadirin. Ternyata semua yang hadir terkejut. Karena sampul kitab tersebut membuktikan kebohongan Dimasyqiyat. Kitab tersebut bukan di-tahqiq oleh Syaikh Abdullah. Kitab tersebut justru di-tahqiq dan dikoreksi oleh orang lain, bernama Husain Nazhim al-Hulwani, dan diberi kata pengantar oleh Syaikh Muhammad al-Hasyimi, bukan Syaikh al-Harari.


Di sini, untuk menambah jelas kelemahan dan keanehan ahli bid’ah ini, Syaikh Salim berkata kepada Dimasyqiyat: “Kalian kaum Wahhabi mengkafirkan orang yang mengusap mimbar Nabi atau makam Nabi. Kalian mengklaim mengikuti golongan Hanabilah, berpegang teguh dengan madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal. Padahal Ahmad bin Hanbal berkata, “Boleh mengusap mimbar Nabi, dan pusar yang ada di mimbar itu.” Bahkan Ibn Taimiyah berkata dalam kitab yang dinamakannya Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim (hal. 367 terbitan Mathabi’ al-Majd al-Tijariyyah), “Ahmad dan lainnya memberikan keringanan dalam mengusap mimbar dan pusar mimbar itu yang merupakan tempat duduk dan tangan Nabi.” Bagaimana pendapat kalian? Apakah kalian mengkafirkan al-Imam Ahmad, di mana kalian mengklaim mengikuti madzhabnya? Atau kalian mengkafirkan Ibn Taimiyah yang kalian sebut Syaikhul Islam? Bukankah ini sebuah inkonsistensi?”


Mendengar pertanyaan ini, Dimasyqiyat wahabi yang ahli bid’ah itu tidak bisa menjawab. Ia tampak sekali kelemahannya. Lebih-lebih setelah Syaikh Salim menambah penjelasan dengan menyebut kutipan al- Mirdawi al-Hanbali bahwa Ibrahim bin Ishaq al-Harbi, seorang imam mujtahid berkata: “Disunnatkan mencium hujrah (makam) Nabi“.


Untuk mengalihkan persoalan, dan menjaga raut mukanya, yang tampak sangat pucat sekali, Dimasyqiyat bertanya kepada Syaikh Salim tentang firman Allah:


الرّحمن على العرش استوى


“Allah Yang Maha Pengasih ber-istawa terhadap ‘Arsy.”


Mendengar pertanyaan tersebut, Syaikh Salim menjelaskan persoalan tersebut dengan sejelas-jelasnya. Beliau memaparkan pendapat Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengenai hal itu, bahwa istiwa’ Allah terhadap Arsy bukan seperti istiwa’-nya makhluk. Istiwa’ dalam ayat tersebut, bukan diartikan duduk dan bukan pula menetap. Akan tetapi istiwa’ tersebut adalah suatu makna yang layak bagi Allah, yang tidak menyerupai makna istiwa’ ketika disandarkan kepada makhluk, sebagaimana dalam perkataan al-Imam Ahmad bin Hanbal, “Allah ber-istawa sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur’an, bukan seperti yang terlintas dalam benak manusia.”


Meskipun Mu’tazilah sama dengan Ahlussunnah dalam menafsrikan istiwa’ dengan makna menguasai (al- qahr) dalam ayat ini, maka hal tersebut tidak bisa dibuat alasan mencela Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Bukankah Mu’tazilah juga mengucapkan kalimat la ilaha illallah (tiada tuhan selain Allah). Apakah Ahlussunnah harus meninggalkan kalimat tersebut karena Mu’tazilah mengucapkannya? Tentu saja tidak.


Setelah perdebatan berjalan dua jam. Sementara penjelasan Syaikh Salim sangat bagus dan jitu. Sedangkan Dimasyqiyat, tidak mampu memberikan jawaban. Untuk menutupi rasa malu, Abdurrahman Dimasyqiyat diam. Kemudian para pengikut dan teman-teman Dimasyqiyat berdiri melakukan kerusuhan dan tindakan yang anarkis secara kolektif. Sehingga sebagian hadirin meminta mereka menghentikan tindakan brutal tersebut.


Setelah mereka tidak mengindahkan pengumuman, akhirnya para hadirin menekan mereka dan polisi mengumumkan selesainya acara. Akhirnya mereka mulai meninggalkan aula Universitas Melbourne. Pada waktu itu, sebagian kaum Wahhabi berhasil merusak kamera yang merekam acara dialog. Akan tetapi, untung kaset rekamannya masih utuh dan dapat dipublikasikan sampai sekarang.


(Diambil dari Buku Pintar Berdebat dengan Wahabi oleh Muhammad Idrus Ramli)


Untuk cuplikan video tentang Abdurrahman Dimasyqiyat bisa dilihat di situs-situs streaming video seperti Youtube. Beberapa dari video tersebut dapat dilihat di link-link berikut ini:


♦Link 1   ♦Link 2   ♦Link 3   ♦Link4    ♦Link5 

sumber http://www.sarkub.com/2011/debat-aswaja-vs-wahabi-di-universitas-melbourne/