oleh Ibnu Mas'ud
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً (الإسراء : 36 )
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. Al-Israa’:36)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib berkata, “Tidak akan didapat ilmu (yang bermanfa’at-pen) kecuali dengan enam perkara......yaitu harus CERDAS, SEMANGAT, BERSABAR, MEILIKI BIAYA, MEMILIKI GURU PEMBIMBING DAN WAKTU YANG LAMA.”
Berkata Al-Kholil bin Ahmad,
الرجال أربعة رجل يدري ولا يدري أنه يدري فذاك غافل فنبهوه ورجل لا يدري ويدري أنه لا يدري فذاك جاهل فعلموه ورجل يدري ويدري أنه يدري فذاك عاقل فاتبعوه ورجل لا يدري ولا يدري أنه لا يدري فذاك مائق فاحذروه
“Orang-orang itu ada empat macam:
(1) seorang yang mengetahui dan tidak mengetahui bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang lalai maka ingatkalah ia.
(2) Dan seorang yang tidak tahu dan ia mengetahui bahwasanya ia tidak tahu, itulah orang yang jahil (bodoh) maka ajarilah ia.
(3) Dan seorang yang mengetahui dan ia tahu bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang pandai maka ikutilah.
(4) Dan seorang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwsanya ia tidak tahu, itulah orang tolol maka jauhilah dia” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ila As-Sunan Al-Kubro 1/441 no 828)
Sudah sejak lama saya ingin membahas tentang hal ini. Baru sekarang Alloh memberi momen yang tepat. Saya menulis ini bukan supaya pembaca jadi tidak pernah lagi kirim2an artikel Islami via email, browsing web2 religius, atau dengerin lantunan Syaikh Sudais dari www.quranicaudio.com, tapi sekedar untuk mengingatkan bahwa itu saja tidak cukup. The internet is not enough [Bukan The world is not enough seperti film nya James Bond] / Internet tidak cukup (Bukan Dunia ini tidak cukup seperti Film nya James Bond).
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam belajar agama di internet ini, menurut pengamatan saya.
1. Bahaya merasa cukup, menjadi malas bertanya langsung ke Ulama. Dengan adanya sumber yang berlimpah, maka orang mudah merasa sudah tahu, dan merasa tidak perlu lagi bertanya-tanya kepada orang yang lebih tahu. Padahal seringkali apa yang kita baca di internet tidak sepenuhnya kita pahami sebagaimana yang diinginkan oleh penulisnya. Terutama jika situasi dan kondisi penulis tidak sama dengan situasi dan kondisi pembaca. Seperti Qur’an yang terkadang hanya bisa dipahami dari asbabun nuzulnya, bukan hanya dari apa yang tertulis saja…
2. Merasa tidak perlu bersilaturrahim kepada Ulama. Ini juga menjadi penyakit yang sangat parah. Bersilaturrahiim kepada ulama tidak bisa digantikan dengan baca-baca buku dan browsing internet. Pahala duduk dalam majelis ilmu, fadhilah memandang wajah ulama, keutamaan duduk dalam majelis-majelis dzikir, manfaat mendengar bayan dan penjelasan ulama, jelas tidak bisa didapat dengan duduk berlama-lama memencet tuts keyboard dan meng-klik mouse. Dan, bersilaturrahim ini bukan hanya sekedar saat kita ingin bertanya tentang masalah hukum agama saja. Silaturrahiim kepada ulama ini memang banyak fadhilah nya. Dan untuk menanya persoalan pun, sebenarnya tidak sopan kalau cuma sms-an, tapi akan lebih ber-adab jika berkunjung dan meminta nasehat langsung. Tentu saja, untuk saat2 darurat, tidak mengapa jika terpaksa menelepon atau kirim sms…
3. Internet tidak pandai memilah-milah, mana yang penting dan mana yang tidak. Karena internet tidak pandai, lalu kemudian kita sendiri yang memilah-milah, bahan dan apa yang akan kita baca. Dan kemudian kita memilah-milah berdasarkan apa yang terjadi dan kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Masalahnya adalah, terkadang, perkara yang amat penting itu tidak kita jumpai (baca: tidak kita rasakan) dalam kehidupan sehari-hari, padahal itu ada. Akhirnya terkadang kita jadi sibuk dengan membahas perkara2 yang sebenarnya biasa-biasa aja dan melupakan perkara2 lain yang lebih penting, karena hasil googling “I’m Feeling LuckyTM” membawa kita kesana.
4. Internet itu rimba belantara. Tidak ada sesiapapun yang mengontrol benar dan salah di internet. Sebagaimana di hutan dimana yang menjadi raja adalah yang paling kuat, di belantara internet, yang menjadi raja adalah yang paling tinggi rangking google rank-nya. Kalau dalam dunia bisnis dan dunia eknomi yang memang sehari-hari berkutat dengan internet sih tidak masalah. Karena pada saat itu, benar dan salah jadi tidak ada, yang ada hanya request and demand. Tapi dalam hal agama, dimana ulama-ulama hakiki (ulama yang sesungguhnya) sedang sibuk dengan dzikir, muroqobah, dan murajaah, maka orang-orang yang merasa tahu menuliskan apa yang mereka rasa tahu dan dibaca oleh orang yang sama-sama tidak tahu, dan… begitulah. Mudahnya fasilitas forward dan copy paste juga membuat sebuah pendapat yang sebenarnya belum tentu benar, jadi terlihat benar karena ada dimana-mana. Duh..ba...ha...ya....
MENGAPA BELAJAR PERLU GURU ?
MANFAAT BERGURU adalah agar terhindar dari perkara-perkara yang SESAT & untuk mnghindari FITNAH.
Adapun fungsi GURU atau SANAD (sandaran) adalah mencegah manusia untuk berbicara semau nya / seenak Gue, atau bicara hanya berdasarkan dari kerangka otaknya doang.
DENGAN SANAD, maka Hal-hal yang diajarkan Rosululloh, terjaga keaslian isi ilmunya, tanpa ada yang dikurangi atau di tambah-tambah (DI MODIFIKASI MANUSIA).
( “laula isnada ma qola sa’a ma sa’a” = jika tanpa isnad memang orang bisa berkata apa saja yang dikehendakinya. )
Belum ada dalam sejarah seorang ulama besar lahir dari belajar kepada buku atau dari internet saja. Ilmu adalah keahlian dan setiap keahlian membutuhkan ahlinya, maka untuk mempelajarinya membutuhkan muallimnya yang ahli (guru pembimbing).
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid berkata, “Ini hampir menjadi titik kesepakatan di antara para ulama kecuali yang menyimpang.”
Ada ungkapan, “Barangsiapa masuk ke dalam ilmu sendirian maka dia keluar sendirian.” Syaikh Bakr berkata, “Maksudnya barangsiapa masuk ke dalam ilmu tanpa syaikh maka dia keluar darinya tanpa ilmu.”
Syaikh Bakr menukil ucapan ash-Shafadi, “Jangan mengambil ilmu dari shahafi dan jangan pula dari mushafi, lalu Syaikh Bakr berkata, “Yakni jangan membaca al-Qur`an kepada orang yang membaca dari mushaf dan jangan membaca hadits dan lainnya dari orang yang mengambilnya dari buku.”
Sebagian ulama berkata,
فَيَقِيْنُهُ فِي المُشْكِلاَتِ ظُنُوْنُ مَنْ لَمْ يُشَافِهْ عَالِمًا بِأُصُوْلِهِ
Barangsiapa tidak mengambil dasar ilmu dari ulama, maka keyakinannya dalam perkara sulit adalah dugaan
Abu Hayyan berkata,
يَظُنَّ الغَمْرُ أَنَّ الكُتُبَ تَهْدِي أَخَا فَهْمٍ لإِدْرَاكِ العُلُوْمِ
Anak muda mengira bahwa buku membimbing orang yang mau memahami untuk mendapatkan ilmu
وَمَا يَدْرِي الجَهُوْلُ بِأَنَّ فِيْهَا غَوَامِضَ حَيَّرَتْ عَقْلَ الفَهِيْمِ
Orang bodoh tidak mengetahui bahwa di dalamnya terdapat kesulitan yang membingungkan akal orang
إِذَا رُمْتَ العُلُوْمَ بِغَيْرِ شَيْخٍ ضَلَلْتَ عَنِ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيمْ
Jika kamu menginginkan ilmu tanpa syaikh, niscaya kamu tersesat dari jalan yang lurus
وَتَلْتَبِسُ الأُمُوْرُ عَلَيْكَ حَتَّى تَصِيْرَ أَضَلَّ مِنْ تُوْمَا الحَكِيْمِ
Perkara-perkara menjadi rancu atasmu sehingga kamu kebih tersesat daripada Tuma al-Hakim
Saya yakin masih banyak nomor alasan lain akan bahaya ilmu tanpa guru. Saya hanya ingin sekedar mengingatkan diri saya sendiri (dan semoga bermanfa’at untuk yang lain), agar kita sering-sering berkunjung kepada ulama, belajar agama di the real world. “Cut your wire sometime” (tapi jangan terus ganti wireless, wkwkwk…). Wallohu A’lam.
Semoga bermanfaat..... Aamiin