Rabu, 20 Juli 2011

Hukum Memberi Hormat kepada Sang Merah Putih

Hukum Memberi Hormat Kepada Sang Merah Putih





Dr. JM. Muslimin, PhD. MA
Pakar Hukum Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.   

Menurut pendapat saya apa yang disampaikan oleh Pak Chalil Ridwan adalah sebuah pendapat yang terlalu berlebihan karena memberi hormat bendera itu seolah-olah dijatuhi hukuman sebagaimana perbuatan syirik. Menurut saya ini pendapat yang ekstrim serta formalitis dan memahami Islam secara literal dan harfiah.

Bahwa persoalan-persoalan yang ada di dunia ini tak semuanya ada tuntunannya dalam al-quran dan hadis, sehingga kalau tak ada tuntunannya di dalam al-quran justru tak menjadi masalah ketika dilakukan. Bisa diartikan bahwa apabila umat manusia melakukan perbuatan yang mana tak diatur bahkan tak dilarang, maka perbuatan dihukumi halal.  

Nah, terkait dengan masalah penghromatan bendera memang tak ada larangan langsung dituangkan secara eksplisit di dalam al-quran dan hadis. Karena itulah perbuatan yang tidak ada di dalam al-quran dan hadis kemudian diadakan, bila demikian apakah itu menjadi perbuatan yang dapat dikatagorikan menjadi perbuatan yang sifatnya haram? Menurut hemat saya pendapat itu bagian dari istilahnya tathorruf dan bagian dari pendapat yang lateral.  

Karenanya, penghormatan bendera itu tidak bisa dikatakan sebagai ibadah karena ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan kenegaraan. Hal ini jangan sampai kemudian mengatakan bahwa dulu tak ada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) namun sekarang ada MPR kemudian dikatakan haram. Kemudian dulu tak ada sebutan roisul jumhuriyah atau presiden sekarang ada presiden. Apakah ini bisa dibilang haram?  

Jadi ini adalah masalah pemahaman yang terlalu lateral dan tidak bisa disamakan masalah menghormati bendera dengan ketika umat muslim melakukan ritual yang sifatnya sepeti ritual-ritual kepercayaan, karenanya itu sanggat berbeda. Ibadah itu ada dua katagori. Pertama, ibadah yang sifatnya murni seperti sholat, zakat dan lain-lain. 

Kedua ibadah yang sifatnya karena ada niatan untuk melakukan ibadah. Bisa dikatakan seperti perbuatan yang awalnya adalah bukan masuk dalam katagori ibadah murni tapi karena dilaksanakan dengan niatan ibadah maka akan menjadi ibadah. Misalnya, saya mengajarkan matematika.

Mengajar matematika itu kan bukan ibadah murni, menjadi sebuah ibadah ketika menjalankannya diniati untuk mencerdaskan umat Islam. Dengan kata lain perbuatan itu menjadi ibadah yang asalnya bukan masuk katagori ibadah. Tapi kalau sholat dari asalnya memang sudah masuk katagori ibadah.  

Ibadah dalam Islam itu ada dua. Pertama, ibadah yang asalnya memang ibadah. Dan kedua, karena ada niatan menjadi ibadah. Bila menghormati bendera itu asalnya bukan ibadah. Kalau asalnya bukan ibadah kemudian dilaksanakan oleh umat muslim dengan niatan yang baik maka tidak masalah seperti menghormati bendera. Tapi sebenarnya yang dihormati itu bukanlah benderanya dan itu merupakan simbol dalam mencitai tanah air.

Kalau dikatakan itu perbuatan mengada-ada tak ada tuntunannya, menurut saya, apabila perbuatan itu dibuat-buat sendiri tak masalah sepanjang itu bukan ibadah murni misalnya jemaah haji dilaksanakan di Indonesia yang asalnya di Mekah, kemudian Sholat yang asalnya menghadap kiblat kemudian dipindah menghadap ke timur itu namanya dibuat-buat karena asalnya ibadah.  

Oleh karena itu, kesimpulan saya adalah menghormati bendera adalah perbuatan yang bersifat ekspresi kebudayaan dan ekspresi kebudayaan itu tidak semuanya ada dalam Al-quran dan hadis sehingga ekspresi kebudayaan itu menjadi sah hukumnya. Jika mengkhiaskan menghormati bendera dengan sholat itu berarti salah mengkhiaskan.