Selasa, 31 Agustus 2010

KESESATAN-KESESATAN MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB DAN GOLONGAN WAHHAB

KESESATAN-KESESATAN MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB DAN GOLONGAN WAHHABI
DOWNLOAD daftar  bukti kesesatan wahaby dan hujjah aswaja thdnya (setiap muslim harus tau) :
http://darulfatwa.org.au/languages/Malaysian/Ahlussunah.pdf

Golongan Wahhabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi (W. 1206 H). Muhammad
ibn Abdul Wahhab (Perintis gerakan Wahhabiyyah) adalah seorang yang tidak diakui keilmuannya oleh para
ulama. Bahkan saudaranya; Sulaiman ibn Abdul Wahhab menulis dua buah karya bantahan terhadapnya. Ini ia dilakukan karena Muhammad ibn Abdul Wahhab menyalahi apa yang telah disepakati oleh kaum muslimin
baik di daerahnya maupun di tempat lain, baik dari kalangan pengikut madzhab Hanbali maupun pengikut
mazhab lain. Bantahan pertama berjudul ash-Shawa’iq al Ilahiyyah dan yang kedua berjudul Fashl al Khitab fi ar- Raddi ‘ala Muhammad ibn Abdil Wahhab. Begitu juga seorang ulama madzhab Hanbali ternama, seorang mufti Makkah pada masanya, Syekh Muhammad ibn Humaid,tidak menyebutkan nama Muhammad ibn Abdul
8 Wahhab dalam jajaran ulama madzhab Hanbali, padahal dalam kitabnya berjudul as-Suhub al Wabilah ‘ala Dhara’ih al Hanabilah ia menyebutkan sekitar 800 ulama laki-laki dan perempuan dari kalangan madzhab Hanbali. Yang disebutkan dalam kitab tersebut adalah biografi ayahnya; Syekh Abdul Wahhab. Syekh Muhammad ibn Humaid memuji keilmuan ayahnya dan menyebutkan bahwa ayahnya ini semasa hidupnya sangat marah terhadap Muhammad (anaknya) tersebut dan memperingatkan orang-orang untuk menjauh darinya. Sang Ayah berkata:

Maknanya: “Kalian akan melihat kejahatan yang akan
dilakukan oleh Muhammad”.
Syekh Muhammad ibn Humaid wafat sekitar 80 tahun setelah Muhammad ibn Abdul Wahhab.
Muhammad ibn Abdul Wahhab telah membuat agama baru yang diajarkan kepada pengikutnya. Dasar
ajarannya ini adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah benda
yang duduk di atas Arsy. Keyakinan ini adalah penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, karena duduk
adalah salah satu sifat manusia. Dengan ajarannya ini,Muhammad ibn Abdul Wahhab telah menyalahi firman
Allah:
[ [ َليس كَمثْله شىءٌ ] [الشورى: 11
Maknanya: “Dia (Allah) tidak menyerupai segala sesuatu
dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya” (QS. asy-
Syura: 11)
Para ulama salaf bersepakat bahwa barangsiapa yang menyifati Allah dengan salah satu sifat di antara sifatsifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini ditulis oleh Imam al Muhaddits as-Salafi ath-Thahawi (227 – 321 H) dalam kitab aqidahnya yang terkenal dengan nama al Aqidah ath-Thahawiyah, teks pernyataannya adalah:
“ومن وصف اللهَ ِبمعنى من معانِي ْالبشرِ فَقَد كَفَر”
Maknanya: “Barang siapa mensifati Allah dengan salah satu
sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.
Di antara keyakinan golongan Wahhabiyyah ini adalah mengkafirkan orang yang berkata: “Yaa
Muhammad…”, mengkafirkan orang yang berziarah ke makam para nabi dan para wali untuk bertabarruk
(mencari barakah), mengkafirkan orang yang mengusap makam para nabi untuk bertabarruk, dan mengkafirkan 9 orang yang mengalungkan hirz (tulisan ayat-ayat al Qur’an atau lafazh-lafazh dzikir yang dibungkus dengan rapat lalu dikalungkan di leher) yang di dalamnya hanya tertulis al Qur’an dan  semacamnya dan tidak ada sama sekali lafazh yang tidak jelas yang diharamkan. Mereka menyamakan perbuatan memakai hirz ini dengan penyembahan terhadap berhala. Mereka (golongan Wahhabiyyah) dalam hal ini telah menyalahi para sahabat dan orang-orang salaf yang shalih. Telah menjadi kesepakatan bahwa boleh berkata “Yaa Muhammad…” ketika dalam kesusahan. Semua umat Islam bersepakat tentang kebolehan ini dan melakukannya dalam praktek keseharian mereka, mulai dari para sahabat nabi, para tabi’in dan semua generasi Islam hingga kini. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal; Imam Madzhab Hanbali yang mereka klaim di negeri mereka sebagai madzhab yang mereka ikuti, telah menyatakan kebolehan menyentuh dan meletakkan tangan di atas makam Nabi Muhammad r, menyentuh mimbarnya dan mencium makam dan mimbar tersebut apabila diniatkan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah dengan bertabarruk. Hal ini ia sebutkan dalam kitabnya yang sangat terkenal berjudul al Jami’ fi al ‘Ilal wa Ma’rifati ar-Rijal. Mereka telah menyimpang dari jalur umat Islam dengan mengkafirkan orang yang beristighatsah kepada Rasulullah r dan bertawassul dengannya setelah wafatnya. Mereka berkata: “Bertawassul dengan selain yang hidup dan yang hadir (ada di hadapan kita) adalah kufur”. Atas dasar kaidah ini, mereka mengkafirkan orang yang berbeda pendapat dengan mereka dalam masalah tawassul ini dan menghalalkan membunuhnya. Pemimpin mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab berkata: “Barang siapa yang masuk dalam dakwah kita maka ia mendapatkan hak sebagaimana hak-hak kita dan memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban kita dan barang siapa yang tidak masuk (dalam dakwah
kita) maka ia kafir dan halal darahnya”.
Bagi yang hendak mengetahui secara luas tentang dalil-dalil yang membantah pernyataan-pernyataan
mereka, silahkan membaca kitab-kitab yang banyak ditulis dalam membantah mereka seperti kitab yang
berjudul ar-Raddu al Muhkam al Matin karya seorang muhaddits daratan Maroko yaitu Syekh Abdullah al
Ghammari dan kitab yang berjudul al Maqalat as-Sunniyah fi Kasyfi Dhalalat Ahmad ibn Taimiyah karya muhaddits daratan Syam; Syekh Abdullah al Harari. Kitab yang terakhir disebut ini dinamakan demikian karena Muhammad ibn Abdul Wahhab mengambil paham 10 dalam mengharamkan tawassul kecuali dengan orang yang hidup dan yang hadir dari kitab-kitab Ibnu Taimiyah (W. 728 H). Padahal Ibnu Taimiyah
menyarankan bagi orang-orang yang terkena semacam kelumpuhan (al Khadar) pada kaki, hendaklah
mengucapkan: “Yaa Muhammad…”. Pernyataan Ibnu Taimiyah ini ia tulis dalam karyanya al Kalim at-Thayyib
terbitan al Maktab al Islami, Cet. Ke-5 tahun 1405 H/1985. Pernyataannya ini menyalahi apa yang ia tulis
sendiri dalam karyanya at-Tawassul wa al Wasilah. Muhammad ibn Abdul Wahhab mengambil paham
dalam mengharamkan tawassul dari kitab at-Tawassul wa al Wasilah dan tidak menyetujui apa yang ditulis Ibnu Taimiyah dalam kitab al Kalim ath-Thayyib.
Faedah:
Para ahli fiqh, hadits, tafsir serta para sufi di segenap penjuru dunia Islam telah menulis banyak sekali (lebih
dari seratus) risalah-risalah kecil atau buku-buku khusus untuk membantah Muhammad ibn Abdul Wahhab dan  para pengikutnya. Di antaranya adalah Syekh Ahmad ash-Shawi al Maliki (W. 1241 H), Syekh Ibnu ‘Abidin al Hanafi (W. 1252 H), Syekh Muhammad ibn Humaid (W. 1295 H) mufti Madzhab Hanbali di Makkah alMukarramah, Syekh Ahmad Zaini Dahlan (W. 1304 H) mufti madzhab Syafi’i di Makkah al Mukarramah dan
ulama lainnya.Apa yang telah kami sebutkan di atas hanyalah sebagian kecil dari kesesatan Muhammad ibn AbdulWahhab dan gerakannya (Wahhabiyyah). Karena itu, demi menjaga kemurnian ajaran yang dibawa oleh Rasulullah –shallallahu ‘alayhi wasallam-, maka waspadalah terhadap ajaran-ajaran sesatnya, dan bagi yang telah mengetahui kesesatannya hendaklah memberitahukannya kepada yang belum mengetahui. Semoga bermanfaat, Amin.